Banyak faktor dapat melatarbelakangi resign-nya seorang pekerja dari perusahaan, mulai dari ketidakpuasan upah, ketidakcocokan dengan lingkungan kerja, ataupun tawaran terhadap pekerjaan yang lebih baik dari perusahaan lain. Keinginan untuk merintis usaha sendiri juga menjadi faktor resign yang banyak diungkapkan oleh pekerja, termasuk pekerja perempuan.
Keterbukaan informasi di media sosial menyediakan kesempatan seluas-luasnya bagi semua orang untuk memasarkan bisnisnya. Tidak heran, generasi Z (Gen Z) yang sedari kecil dibesarkan oleh internet dan media sosial menunjukkan minat yang sangat besar untuk memulai usahanya sendiri, sekalipun harus meninggalkan pekerjaan yang telah dimiliki. Berikut ini adalah beberapa motif yang mendasari munculnya tren tersebut.
Gen Z sangat mendambakan pada keseimbangan antara karir dan kehidupan pribadi. Namun, meraih keseimbangan ini bukan merupakan hal yang mudah di tengah lingkungan kerja yang menitikberatkan pada performa di atas kesejahteraan pekerja. Lantas, membangun usaha sendiri, yang mana kita dapat mengatur porsi kerja kita sendiri, dianggap menyediakan prospek yang lebih realistis untuk mencapainya.
Fleksibilitas yang ditawarkan dunia usaha, di mana kita bisa menjadi bos bagi diri sendiri, menawarkan kesempatan untuk meraih kemapanan karir tanpa menghabiskan seluruh waktu yang ada kepada upaya-upaya untuk mencapainya. Fleksibilitas ini pula yang membuat Gen Z banyak menjadi pekerja lepas (freelancer).
Pekerjaan yang sekadar untuk memenuhi kebutuhan sendiri tidak lagi dapat memuaskan gairah Gen Z. Mereka ingin melakukan pekerjaan yang dianggap lebih bermakna dan bermanfaat demi orang banyak. Lantas, membuat usaha sendiri dengan produk yang bisa dinikmati banyak orang terasa lebih bermakna. Apalagi, mereka dapat menyisipkan nilai-nilai pribadi yang mereka percaya sebagai nilai perusahaan.
Usaha yang dibangun juga memberikan kesempatan bagi seseorang untuk meninggalkan warisan yang eksistensinya dapat terus berlanjut bahkan ketika pendirinya sudah tiada. Kendati kenyataannya kebanyakan usaha yang dirintis berakhir pada kegagalan alih-alih keberlanjutan, motif ini masih mendasari keputusan Gen Z dalam membangun usaha.
Gen Z menganggap usia muda merupakan momen yang mesti dimanfaatkan untuk meraih kesuksesan. Usia di bawah 40 tahun adalah usia yang paling ideal untuk membangun bisnis. Pasalnya, di usia yang muda mereka dapat memanfaatkan fleksibilitas mereka dalam menerima perubahan teknologi. Teknologi baru seperti artificial intelligence misalnya, cepat atau lambat akan memutarbalikkan realita kenyataan dunia bisnis dan hanya Gen Z dan generasi setelahnya yang dapat memahami dan mengaplikasikannya dengan baik.
Kreativitas, idealisme, dan semangat yang dimiliki Gen Z merupakan potensi besar dalam memajukan sektor ekonomi. Menjamurnya bisnis-bisnis baru akan menciptakan pasar yang lebih sehat dan kompetitif. Namun begitu, hal ini juga menyisakan pekerjaan rumah baru bagi korporasi dan para pemilik bisnis untuk lebih memfasilitasi kepentingan Gen Z.
0 Comments